JAKARTA, (HUMAS) — Menteri Agama Nasaruddin Umar menyoroti tingginya angka perceraian di Indonesia dan meminta penghulu untuk turut berperan aktif dalam upaya menurunkannya. Menurut Menag, penghulu tidak hanya bertugas mencatat pernikahan, tetapi juga memiliki tanggung jawab dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keutuhan rumah tangga. Pernyataan ini disampaikan saat membuka Training Komunikasi dan Konseling untuk Penghulu Berbasis AI TalentDNA yang berlangsung pada 13–14 Januari 2025 di Jakarta.
“Penghulu itu bukan saja mencatatkan nikah. Anda semua juga harus bisa mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pernikahan. Karenanya, penting untuk menguasai cara berkomunikasi kepada masyarakat,” ujar Menag Nasaruddin Umar, Selasa (14/1/2025).
Pelatihan ini diselenggarakan atas kerja sama UAG University, Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI), dan ESQ Leadership Center, dengan partisipasi 80 penghulu dari berbagai daerah. Menag menyampaikan apresiasinya terhadap inovasi yang ditawarkan melalui penggunaan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). “Saya penasaran bagaimana AI dapat digunakan dalam komunikasi. Saya berharap kemampuan komunikasi yang diperoleh dalam pelatihan ini dapat membantu menurunkan angka perceraian di Indonesia,” tambahnya.
Metode AI TalentDNA yang diperkenalkan dalam pelatihan ini merupakan teknologi berbasis analisis perilaku dan pola pikir, yang membantu penghulu memahami karakter alami individu. Dengan teknologi ini, para penghulu diharapkan mampu memberikan konseling yang lebih personal dan efektif.
Founder ESQ Leadership Center dan UAG University, Ary Ginanjar Agustian, menjelaskan bahwa pelatihan ini bertujuan membekali penghulu dengan lima instrumen utama: Pelatihan Public Speaking, Neurolinguistik, Aplikasi TalentDNA, ESQ Coaching, dan AI Talent Management. “Kami ingin berkontribusi dalam menciptakan generasi keluarga Indonesia yang harmonis dan toleran,” ujar Ary.
Berdasarkan data, 60% perceraian di Indonesia terjadi pada pasangan dengan usia pernikahan di bawah lima tahun. Menag mengungkapkan bahwa kondisi ini memberikan dampak besar terutama pada perempuan dan anak. Karena itu, penghulu diharapkan dapat menjadi agen perubahan melalui edukasi dan konseling di wilayah masing-masing.
“Jika perempuan dan anak menjadi korban akibat perceraian, ini menunjukkan betapa pentingnya peran penghulu dan penyuluh dalam mencegahnya. Edukasi dan konseling yang tepat dapat menjadi langkah strategis untuk membangun rumah tangga yang kokoh,” tegas Menag.
Langkah Strategis Kemenag
Direktur Bina KUA dan Keluarga Kemenag, Cecep Khairul Anwar, menilai pelatihan ini sebagai awal dari pendekatan baru dalam bimbingan perkawinan (bimwin). “Kami berharap, ke depan semua penghulu dapat dibekali dengan kemampuan serupa agar bimwin lebih efektif dalam mencegah perceraian,” katanya.
Kementerian Agama mencatat saat ini terdapat 9.333 penghulu di seluruh Indonesia, terdiri dari 8.661 penghulu berstatus PNS dan 672 berstatus PPPK. Dengan kompetensi baru, para penghulu diharapkan mampu menjalankan peran strategis dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berintegritas.
Pelatihan ini juga menjadi wujud nyata implementasi Tridharma Perguruan Tinggi oleh UAG University, mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ary Ginanjar berharap program ini dapat menjadi langkah awal untuk membangun peradaban yang lebih baik dengan memperkuat fondasi keluarga.
“Melalui pelatihan ini, kami ingin menciptakan dampak positif bagi masyarakat luas, terutama dalam kehidupan sosial keagamaan,” pungkas Ary.
Dengan pendekatan berbasis teknologi dan pelatihan komunikasi yang efektif, diharapkan angka perceraian dapat berkurang, dan penghulu dapat berkontribusi secara signifikan dalam menciptakan keluarga yang harmonis dan toleran di Indonesia. (HUMAS)