Kab. Pekalongan – Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, hadir dan memberikan materi dalam Penguatan Moderasi Beragama Bagi Penyuluh Agama Islam Non PNS Kab. Pekalongan, bertempat di Ballroom Hotel Santika Kankemenag Kab. Pekalongan. (Rabu, 7 Juni 2022).
Disampaikan oleh H. Musta’in Ahmad fakta masyarakat Indonesia adalah multikulturalisme sudah menjadi keniscayaan, baik secara historis maupun kondisi saat ini. Hidup di Indonesia akan selalu berhadapan dengan kenyataan masyarakat multikultur. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai etnis, budaya, agama dan bahasa sehingga bisa disebut sebagai ‘masyarakat multikultural’ terbesar di dunia. Jumlah pulaunya sekitar 13.000 buah. Populasi penduduknya lebih 240 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa berbeda, menganut agama dan aliran kepercayaan yang beragam.
“Sisi negatif multikultural yang perlu diantisipasi karena dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti yang sekarang dihadapi bangsa ini. Perseteruan politik, kekerasan dan kerusuhan massal, separatisme, serta hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak-hak orang lain, adalah bentuk nyata konsekuensi multikulturalisme itu, “ tutur Kakanwil.
Masih menurut Kakanwil Pendekatan multikultural, dengan menempatkan Penyuluhan yang lebih Moderat “Jalan Tengah” dalam membangun sikap keberagamaan masyarakat. Dakwah Nabi (di Madinah) adalah contoh sejarah bagaimana dakwah dapat dilakukan di tengah masyarakat multikultur. Multidialog merupakan pilihan metoda yang dapat ditawarkan untuk menyiasati multukulturalisme.
Strategi Penyuluhan pada masyarakat multikultural harus dirancang mengakomodasi keragaman budaya, etnik, kebiasaan dan berwawasan global, sebab masyarakat multikultur memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Oleh karena itu, Penyuluh Agama Islam harus mempunyai strategi yang baik, antara lain : 1). mampu mengajak dan membimbing masyarakat dg memberikan informasi dan ilmu pengetahuan sehingga dapat terajut ukhuwah; 2). mempunyai peran strategis dalam membina sekaligus menyampaikan berbagai informasi terkait kebijakan pemerintah kepada masyarakat; 3. melakukan langkah nyata untuk menanggulangi gerakan propaganda radikalisme melalui media online dan media sosial yang dijadikan sebagai media utama penyebarannya; 4. memperkuat literasi melalui media online dan media sosial berbasis ajaran agama untuk melawani propaganda penyebaran paham radikalisme, berita hoax, ujaran kebencian yang memicu perpecahan.
“Apabila penyuluh bergerak maka beban Indonesia dalam kerukunan umat beragama akan terasa ringan.” pungkas H. Musta’in dalam penyampaiannya. (Irk/Ant).