Kedungwuni– Kecerdasan siswa tidak hanya berdasarkan pada nilai akademik yang tinggi, tetapi juga berprestasi di luar akademik. Diluar itu ada tipe anak lain dengan kebutuhan khususnya bias dikatakan cerdas ketika tiap guru/orang tua memahami kecerdasannya melalui multiple integen.
Demikian diungkapkan Kepala MI Kranji 01, Muhammad Niamil Hida, saat ditemui di madrasah. “Setiap anak adalah makhluk yang berharga dan istimewa, kami tidak memandang anak yang cerdas adalah anak yang pandai di akademiknya. Kami perlu mendukung kecerdasan anak berdasarkan multiple intelegensinya yaitu bidang matematika, music, kinestik, interpersonal maupun naturalis. Namun kami memperhatikan anak berkebutuhan khusus (ABK) lain, yang juga makhluk berharga sehingga kami dampingi dengan mengajarkan arti ketuhanan pada mereka untuk mengimbangi pengembangan kecerdasannya, “tuturnya.
Baginya belajar lebih dari sekedar mengerjakan tugas akademik di dalam kelas, orang tua adalah sumber ilmu yang pertama, lingkungan sekolah, tempat belajar yang lain diluar buku paket yang siswa miliki. Sekolah memberikan PR yang unik pada siswanya, diantaranya membantu pekerjaan orang tua dan hasilnya dilaporkan berupa artikel yang ditanda tangani orang tua siswa.
Tak heran MI ini mendapat sejumlah penghargaan, diantaranya juara 1 pidato bahasa Inggris, juara 1 Olimpiade, juara 1 LCC Aswaja, juara 1 Kaligrafi di tingkat kecamatan pada tahun 2017.
Dalam pelaksanaanya siswa menggunakan Kurikulum 2013 sesuai peraturan Kemenag dan mengkombinasikan dengan penanganan siswa berkebutuhan khusus, peran guru disini untuk memantik kecerdasan yang telah dimiliki siswa dan membantu mengembangkannya.
Dalam proses belajar mengajar, para pengajar tak segan mengajak siswanya untuk berhadapan dengan objek sesungguhnya, misalnya dengan berkujung pada industri rumah tangga, kantor radio FM, maupun menyusun permainan edukatif yang melibatkan orang tua siswa didalamnya.
MI Kranji 01 sengaja tidak memasang pagar pembatas sekolah dengan tujuan siswa memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan madrasah dan warga sekitar diharapkan mampu berfungsi sebagai control social untuk siswa.
“Kami tidak menuntut siswa harus pandai secara akademik, yang kami inginkan siswa mampu melewati proses belajarnya, memiliki kedekatan dengan orangtua dan lingkungan serta memiliki kepedulian terhadap orang lain seperti pada teman mereka yang anak berkebutuhan khusus (ABK),” pungkasnya. (hufron)