Garazawa- Amil Zakat mempunyai tugas yang sangat mulia yaitu mengumpulkan dana atau menghimpun dana dari para penyumbang apakah dari masarakat atau dari para pegawai negeri sipil militer dan polisi dan para donator lainnya. Tujuanya adalah membantu masarakat yang kehidupanya serba terbatas terutama dalam menghadapi kebutuhan hidup yang tidak terjangkau dengan penghasilan sehari hari. Banyak pemberitaan dari pengumpulan dana yang didapat dari masarakat sampai dengan ukuran jutaan dan bahkan miliaran rupiah. Jumlah ini cukup menggairahkan bagi sebuah badan atau lembaga perbantuan kepada masarakat yang serba keterbatasan kehidupannya.
Dalam pemberitaan di media masa selalu yang terberitakan hanya jumlah uang masuk yang menjadi saldo lembaga tersebut, namun untuk apa dan dimana saja sasaran bantuan tersebut jarang terberitakan. Apakah wartawannya yang kurang berminat atau memang sengaja untuk kurang diberitakan kami kurang mengetahuinya. Dengan demikian masyarakat yang punya uang sebagai donator jadi bertanya-tanya terkesan sepertinya tidak perlu dipublikasikan kepada masarakat.
Mengingat badan ini sekarang sedang ramai digalakkan atau digiatkan ekistensinya ada baiknya mari sama-sama menjadi perhatian kita bersama di dalam menjalankan misinya mencapai efisiensi semaksimal mungkin dan terhindar dari kebocoran-kebocoran oleh karena kelaian kita yang masa bodoh saja. Keberadaan badan ini biasanya ada pada warga yang kebanyakan beragama Islam di dalam membantu warga sesama mereka yang serba keterbatasan. Jadi kami yakin para pengurus tentunya beragama semua sehingga tidak diragukan itikat baiknya. Namun bila kita membaca di pemberitaan pada media masih banyak keluhan-keluhan dan ketidakpuasan di dalam cara memilih siapa yang berhak dibantu dan siapa yang tidak perlu dibantu. Belum lagi di dalam proses pergantian pengurus lama kepada pengurus baru ada kalanya tidak jelas kondisi keuangannya. Banyak contoh paguyuban organisasi dan perkumpulan lainya karena keuanganya yang tidak jelas pembukuaya sewaktu akan ada pergantian pengurus maka pengurus baru tidak mau terlibat masalah keuangan yang lama sehingga dia membuat data dari nol lagi dan cerita lama dibekukan saja. Kalau seperti ini ya keenakan dia sebenarnya kasus semacam ini termasuk penggelapan dan bisa dilaporkan kepada pihak kepolisian, namum masyarakat kita adalah pemaaf.
Mengingat keberadaan Bazda dan Baznas semakin hari semakin ekis dan performanya perlu diikuti dan diketahui oleh masyarakat/publik dan bersifat transparan ada baiknya ditata kembali dievaluasi dan distandarisasi sasaran sasaran bantuan agar jelas siapa siapa yang patut mendapat bantuan. Jadi jangan ada kesan seakan-akan jadi uang milik pribadi pengurus terserah kepada ketua badan atau panitia yang bersangkutan. Jelasnya harus dikeluarkan peraturan atau perda setempat sehingga pada kurun waktu tertentu dapat dilakukan pemeriksaan oleh akuntan publik status keuangannya. Disamping itu juga perlu disiarkan posisi pembukuannya secara transparan di media cetak atau Koran seperti laporan keuangan Bank Nagari tentang aktiva dan pasivanya sehingga jelas penggunaannya kemana saja. Sewaktu mengimbau dan mengumpulkan dana semangat betul bahkan sampai ada unsur kesan seperti paksaan yaitu para PNS dipotong melalui peneriamaan gaji setiap bulannya oleh atasannya yang ingin mendapatkan sanjungan dan wah di sisi lain bawahannya yang tidak rela mengomel tetapi tidak dapat berkutik. Menurut Bapak Prof.Ali Parman Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddn Makasar yang diberitakan pada Haluan edisi tanggal 26 April 2015 hal 3 orang yang wajib mengeluarkan zakat profesi adalah mereka yang total penghasilannya dalam setahun setara dengan harga 91,92 gram emas. Kalau dikurs dengan harga emas sekarang berarti sekitar Rp48,8 juta atau sekitar Rp4 juta setiap bulannya alias pengenaannya harus selektif. Setelah terkumpul dananya yang bermiliar-miliar masyarakat banyak tidak tahu kemana dan untuk apa saja penggunaannya. Jadi dalam lembaga atau organisasi ini ada baiknya pemda Sumbar membuat ketentuan dan keharusan secara periodik kondisi keuangannya disiarkan pada Koran daerah dan diperiksa oleh angkutan publik agar transparan dan masarakat yang nyumbang juga senang dan puas batinnya sekaligus meningkatkan pola manajemen pengelolaan zakat yang msih perlu disempurnakan.
Patut. menjadi perhatian kita bersama bahwa kita sering menjumpai kotak-kotak sumbangan yang diletakan pada sudut toko kantor pos bank dan lainya yang didatangi konsumen kebanyakan ada kotak sumbangan yang mengatas namakan anak yatim sedekah infak dan lain lain. Benarkah kotak kotak ini atas nama yayasan lembaga tertentu dan lainnya tentunya harus dicek dan dikontrol kebenarannya oleh pemerintah dalam hal ini tentunya pihak Dinas Sosial setempat. Kasus semacam ini bisa juga terjadi seseorang mengaku dari yayasan tertentu dan meletakan kotak itu di tempat umum kemudian setelah kotak penuh diambil masuk kesaku pribadi orang tersebut tanpa ada yang kontrol dari yang berkopenten. Mengingat pada saat ini kondisi perekonomian negara kita sedang sulit dan pengangguran semakin meningkat maka tidak tertutup kemungkinan usaha semacam ini menjamur.
Memang definisi antara meminta-minta dengan menyumbang agak sulit dikemukakan. Namun penulis ingin mencoba menyampaikan sedikit pendapat mudah-mudahan banyak yang setuju.
Kalau meminta-minta, orang/kotak/tempat sumbangan itu yang mendatangi calon para penyumbang dan terkesan seperti sebagai profesi. Sambil menyumbang batin orang itu terpaksa dan mengomel karena yang datang orang yang mempunyai kewenangan tertentu atau atasan kedinasan dan malu kalau menolak. Bahkan di Kota/Kab Bandung Jabar minta sumbangan di jalan raya dan ke rumah rumah sudah menggunakan mobil bus kecil lengkap dengan pengeras suara iklannya dan pasukan yang membawa ketiding tempat sumbangan berjalan di muka mobil sambil minta-minta kepada rumah rumah di jalan yang dilewati dan orang berjalan atau sedang tegak di pinggir jalan raya.
Kalau meminta artinya sesaat itu sangat diperlukan karena kondisi darurat misalnya minta tolong untuk mengantar orang ke rumah sakit dll. Tetapi kalau meminta-minta perbuatan itu menjadi profesi karena malas berusaha dan bekerja. Penulis juga pernah berhenti sambil beristirihat sejenak karena tertarik di sebuah desa yang bernama Salaganggeng kecamatan Mrebet Kab. Purbalingga Jateng karena ada sebuah masjid di pinggir jalan raya bangunanya gaya campuran antara bentuk mesjid dengan rumah adat cina dan catnya seperti warna klenteng dipinggir jalan besar itu. Kami berbincang bincang dengan orang yang kebetulan ada disitu dan menerangkan bahwa masjid itu memang dari kaum Tionghoa setempat yang membangun guna salat mereka dan masyarakat non Tionghoa atau masyarakat setempat boleh salat bersama-sama. Keunikannya sewaktu salat Jumatan katanya tidak ada celengan atau kotak sumbangan yang berjalan beredar di muka jemaah sebagaimana biasanya seperti di masjid kebanyakan. Lalu kami bertanya bagaimana cara mendapatkan dana perawatan dan lain-lain dia menjawab katanya sumbangan itu dikumpulkan di luar masjid dengan cara iuran dari masing-masing keluarga mereka yang pada umumnya hidupnya sudah mapan. Mudah-mudahan cerita mereka benar dan hal semacam ini patut dibanggakan bila perlu dapat dijadikan contoh bagi yang berminat dan tertarik.
Minta-minta sumbangan di jalan raya dengan kedok perawatan masjid, mengganggu serta membahayakan keamanan kelancaran lalu lintas bagi para pengemudi kendaraan bermotor. Larangan minta sumbangan di pinggir jalan sebenarnya sudah ada pada waktu gubernurnya bapak Drs. Hasan Basri Durin namun karena sudah lama dan pejabatnya juga sudah banyak yang pansiun jadi wajar saja kalau dilupakan disamping pejabat Depag kurang sosialisasi dan Satlantas yang mungkin segan karena masalah religius sangat sensitif. Mudah-mudahan tulisan ini dapat dijadikan masukan bagi yang berkopenten dan terima kasih. ***