KAB.PEKALONGAN,- Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghadiri sidang promosi Program Studi Doktor Ilmu Hukum Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung. Sidang terbuka ini juga dihadiri oleh Menteri Kabinet Indonesia Maju, pemimpin lembaga negara, perwakilan Dubes, akademisi, dan agamawan.
Acara berlangsung di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad. Sepanjang jalan dari pintu gerbang hingga gedung Graha, terpajang barisan papan bunga ucapan selamat atas diraihnya Doktor Bidang Hukum oleh Bamsoet.
Bamsoet yang merupakan Ketua MPR RI ini menyelesaikan Doktor dengan penelitian bertajuk ‘Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam Menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas’.
“Disertasi ini menemukan kebenaran ilmiah terkait konseptualisasi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan irasional dalam rangka menghadapi revolusi industri 5.0 dan Indonesia emas,” kata Bamsoet, di Bandung, Sabtu (28/1/2023).
“Meskipun sebenarnya PPHN itu tidak harus identik dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), namun pendiri bangsa telah menganggap adanya satu pedoman atau arahan bagi seluruh elemen bangsa untuk meneguhkan pokok-pokok pikiran sebagaimana terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, ” sambungnya.
Bamsoet menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan tiga kerangka pemikiran, yaitu Grand Theory menggunakan Teori Negara Kesejahteraan ( welfare state ), Middle Theory menggunakan Teori Pembangunan, dan Applied Theory menggunakan Teori Hukum Transformatif yang diperkenalkan Prof. Ahmad M Ramli, sebagai ketua promotor.
Penelitian ini juga menggunakan perbandingan hukum atas penerapan pembangunan nasional yang dilakukan di lima negara, yakni Rusia, Jepang, Korea Selatan, Irlandia, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Dalam disertasinya, Bamsoet berusaha mengidentifikasi beberapa masalah. Pertama, bagaimana pembangunan nasional dapat irasional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua bagaimana konsep hukum dan ruang lingkup PPHN yang paling tepat diterapkan di Indonesia. Dan ketiga bagaimana peran PPHN dalam menjaga kesinambungan pembangunan untuk menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas.
Penelitian ini menemukan bahwa pembangunan nasional memerlukan PPHN sebagai pedoman/arah atau arah untuk menjamin dan memastikan tetap irasional pada setiap pergantian pimpinan nasional atau daerah. Tidak ada uang negara yang sia-sia dan untuk memastikan pelaksanaan pembangunan. Penelitian ini juga menemukan bahwa menghadirkan PPHN tidak perlu amandemen Undang-Undang Dasar 1945,” papar Bamsoet.
Selain itu, Bamsoet menjelaskan bahwa pengaturan PPHN sebagai Directive Principles of Government Policy of Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai cara. Pertama , Perubahan terbatas UUD 1945 khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 yang memasukkan substansi kewenangan MPR menyusun PPHN dan mengawasi pelaksanaan PPHN oleh pemerintah.
Kedua , merevisi/menghapus atau judicial review Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sehingga TAP MPR dalam hirarki peraturan-undangan hidup kembali dan tidak terbatas pada TAP-TAP MPR yang sudah ada sebagai disebutkan dalam penjelasannya.
Ketiga, mengubah atau merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 dengan memasukkan penambahan substansi kewenangan MPR dalam menyusun dan menetapkan PPHN.
Keempat , PPHN ditetapkan dalam undang-undang pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kelima , MPR menetapkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan lembaga tinggi negara untuk menghasilkan konteks nasional yang berbasis pada kewenangan masing-masing lembaga tinggi negara. Hal ini untuk memastikan PPHN berjalan irasional, terintegrasi dan berkelanjutan mulai dari pusat hingga daerah. Mulai dari undang-undang hingga peraturan desa.
“Dari lima konsep di atas, konsep kelima merupakan konsep terbaik karena konvensi ketatanegaraan merupakan sumber hukum tata negara yang memiliki kekuatan hukum mengikat dalam praktik berhukum di Indonesia maupun internasional,” jelas Bamsoet. (Moh.Khoeron/MTb)